.

Senin

Surat Permohonan Ijin Pada Panitera

Berikut ini merupakan contoh surat permohonan ijin pada Panitera, ketika author mendapatkan tugas untuk melihat jalannya sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung.


UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
FAKULTAS HUKUM
Jalan Ciumbuleuit No.94 Bandung 40141 – Indonesia
Telp : (022) 2033097 Fax : (022) 2042377
Homepage : http://www.unpar.ac.id , email : fhukum@home.unpar.ac.id
_____________________________________________________  

Nomor : -
Perihal : Permohonan Ijin
Lampiran : -


Kepada Yth :
Ibu/Bapak Panitera
Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung
di
Tempat


Dengan Hormat,

Sehubungan dengan tugas kuliah “Hukum Acara Administrasi” yang saya tempuh pada semester ini, saya selaku mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan dengan :

Nama : Rinda Nur Desvieana
NPM : 2007200186

Ingin meminta ijin kepada Ibu/Bapak Panitera untuk dapat memberikan saya informasi perihal sengketa administrasi yang Ibu/Bapak tangani dan mengikuti jalannya sidang di Pengadilan, guna melengkapi tugas kuliah saya.

Demikian, atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.




Bandung, 17 November 2009

         Mahasiswa                                Wakil Dekan I





Rinda Nur Desvieana                 A. Joni Minulyo, SH.,MH.

Minggu

Contoh Surat Gugatan Perdata

SURAT GUGATAN

Malang, 14 Desember 2009
K e p a d a :
Yang Terhormat Bapak Ketua
Pengadilan Negeri Bandung
Di – Bandung –



Dengan Hormat yang bertanda tangan dibawah ini, saya :

(nama penerima kuasa/advokat), S.H., Advokat, berkantor di Jalan …….. Bandung, berdasarkan surat kuasa tanggal 13 Desember 2009, terlampir, bertindak untuk dan atas nama :

Nama Lengkap : (nama pemberi kuasa)
Tmpat Lahir : Cisarua
Umur / Tanggal Lahir : 22 Tahun / Juli 1987
Jenis Kelamin : Perempuan
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jl. No. 18 Bandung
Agama Islam : Islam
Pekerjaan : Pegawai Swasta

Dalam hal ini telah memilih tempat kediaman hukum ( domisili ) di kantor kuasanya tersebut diatas hendak menandatangani dan memajukan surat gugat ini, selanjutnya akan disebut PENGGUGAT.

Dengan ini penggugat hendak mengajukan gugatan terhadap :
Nama : (nama tergugat)
Pekerjaan : Dirut. P.T. MEKAR JAYA
Tempat Tinggal : Jl. C. 36 Bandung
Selanjutnya akan disebut TERGUGAT

Adapun mengenai duduk persoalannya adalah sebagai berikut :

Bahwa penggugat dengan tergugat telah membuat suatu pengikatan untuk melakukan jual beli nomor 542/20.56/2009 tanggal 2 Januari 2009 tentang penjualan gedung perkantoran bertingkat III di :

Kompleks : Gedung Perkantoran Asia Afrika
Terletak di : Jalan, Asia Afrika 40154
Blok : 2
Nomor : 12a
Luas Tanah : 380 M2
Jumlah Lantai : 3.5 (tiga setengah) Lantai

Luas Bangunan : 380 M2

Lantai I : 100 M2
Lantai II : 100 M2
Lantai III : 100 M2
Lantai IV : 80 M2

Bahwa menurut perjanjian yang telah disetujui oleh penggugat dan tergugat, tergugat telah berjanji akan menyerahkan bangunan tersebut untuk dapat dipergunakan kepada klien kami selambat-lambatnya pada tanggal 15 Oktober 2009.

Bahwa menurut perjanjian penggugat mengikat diri untuk melunasi sisa harga penjualan dan pembelian sejumlah Rp. 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) dalam jangka waktu 2 (dua) kali angsuran bulanan atau sejumlah Rp. 350.000.000 (empat ratus juta rupiah) tiap angsuran per bulan;

Bahwa penggugat selain telah memenuhi kewajiban-kewajiban sesuai dengan perjanjian di atas seperti terbukti menurut perincian pembayaran terlampir juga berkehendak untuk melaksanakan perjanjian tersebut, seperti terbukti dari kwitansi tanda penerimaan uang tanggal 20 Maret 2009 dan tanggal 20 Mei 2009 masing – masing sebesar Rp. 350.000.000 ( Tiga Ratus Lima Puluh Juta Rupiah )

Bahwa karena sampai hari ini, Rabu tanggal 14 Desember 2009 tergugat tidak memenuhi kewajiban untuk menyerahkan secara nyata gedung perkantoran yang tergugat jual dan seharusnya diserahkan kepada penggugat selambat-lambatnya pada tanggal 15 Oktober 2009, sehingga telah terjadi wanprestasi.

Bahwa atas kelalaian tergugat tersebut, oleh penggugat telah dilakukan teguran – teguran secara lisan terhadapnya dan memberikan somasi kepada tergugat. Akan tetapi tergugat tidak mengindahkannya.

Bahwa atas perbuatan tergugat yang telah cidera janji tersebut , sudah jelas sangat merugikan bagi penggugat.

Bahwa untuk kerugian mana, penggugat memerlukan penyerahan bangunan secara nyata dan secapatnya untuk mata pencaharian penggugat maka wajar penggugat meminta ganti rugi kepada tergugat sebanyak 3 % (tiga prosen ) untuk setiap bulan, yang dihitung mulai sejak tanggal 20 Juni 2009 sampai tergugat mengadakan penyerahan bangunan secara nyata.

Bahwa penggugat mempunyai sangka yang beralasan terhadap itikad buruk tergugat untuk mengalihkan, memindahkan, atau mengasingkan bangunan yang telah diperjanjikan akan dijual dan diserahkan kepada penggugat.

Maka berdasarkan segala apa yang terurai diatas, pengugat mohon dengan hormat sudilah kiranya Pengadilan Negeri di Bandung berkenan memutuskan :

PRIMAIR :
1. Menghukum tergugat untuk menyerahkan bangunan tersebut secara nyata kepada penggugat.
2. Menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi kepada penggugat sebesar 3 % (tiga prosen ) untuk setiap bulan, yang dihitung mulai sejak tanggal 20 Juni 2009 sampai tergugat mengadakan penyerahan bangunan secara nyata.
3. Menghukum tergugat membayar biaya perkara ini.
4. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu 8 uitvoerbaar bij voorraad ) meskipun timbul verzet atau banding.
Apabila pengadilan negeri berpendapat lain :
SUSSIDAIR:
Dalam perdilan yang baik, mohon keadilan yang seadil – adilnya ( ex aequo et bono )

Hormat
Kuasa Penggugat.



(nama penerima kuasa)

Sumber : Google

Pendirian Perseroan Terbatas (PT)

Salah satu bahan referensi tugas Hukum Perbankan & Surat Berharga

Dalam melangsungkan suatu bisnis, para pengusaha membutuhkan suatu wadah untuk dapat bertindak melakukan perbuatan hukum dan bertansaksi. Pemilihan jenis badan usaha ataupun badan hukum yang akan dijadikan sebagai sarana usaha tergantung pada keperluan para pendirinya. Sarana usaha yang paling populer digunakan adalah Perseroan terbatas (PT), karena memiliki sifat, ciri khas dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bentuk badan usaha lainnya, yaitu:


•Merupakan bentuk persekutuan yang berbadan hukum
•Merupakan kumpulan modal/saham
•Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan para perseronya
•Pemegang saham memiliki tanggung jawab yang terbatas
•Adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus
atau direksi
•Memiliki komisaris yang berfungsi sebagai pengawas
•Kekuasaan tertinggi berada pada RUPS

Dasar Hukum pembentukan PT, masing-masing sebagai berikut:
•PT Tertutup (PT Biasa) :Bberdasarkan UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas
•PT. Terbuka (PT go public): berdasarkan UU No. 40/2007 dan UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal
•PT. PMDN : berdasarkan UU No. 6/1968 juncto UU No. 12/1970
•PT. PMA : berdasarkan UU No. 1/1967 juncto UU No. 11/1970 tentang PMA
•PT. PERSERO berdasarkan UU No. 9/1968 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara juncto PP No. 12/1998 tentang Perusahaan Perseroan

Adapun syarat-syarat pendirian PT secara formal berdasarkan UU No. 40/2007 (i-company-law-law-40.pdf) adalah sebagai berikut:
1.Pendiri minimal 2 orang atau lebih (ps. 7(1))
2.Akta Notaris yang berbahasa Indonesia
3.Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka peleburan (ps. 7 ayat 2 & ayat 3)
4.Akta pendirian harus disahkan oleh Menteri kehakiman dan diumumkan dalam BNRI (ps. 7 ayat 4)
5.Modal dasar minimal Rp. 50jt dan modal disetor minimal 25% dari modal dasar (ps. 32, ps 33)
6.Minimal 1 orang direktur dan 1 orang komisaris (ps. 92 ayat 3 & ps. 108 ayat 3)
7.Pemegang saham harus WNI atau Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, kecuali PT. PMA

Sedangkan persyaratan material berupa kelengkapan dokumen yang harus disampaikan kepada Notaris pada saat penanda-tanganan akta pendirian adalah:
1. KTP dari para Pendiri (minimal 2 orang dan bukan suami isteri). Kalau pendirinya cuma suami isteri (dan tidak pisah harta) maka, harus ada 1 orang lain lagi yang bertindak sebagai pendiri/ pemegang saham
2. Modal dasar dan modal disetor. Untuk menentukan besarnya modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor ada strateginya. Karena semua itu tergantung pada jenis/kelas SIUP yang di inginkan. Penentuan kelas SIUP bukan berdasarkan besarnya modal dasar, melainkan berdasarkan besarnya modal disetor ke kas Perseroan.

Kriterianya adalah:
1. SIUP Kecil modal disetor s/d Rp. 200jt
2. SIUP Menengah modal disetor Rp. 201jt s/d Rp. 500jt
3. SIUP Besar modal disetor > Rp. 501jt

Besarnya modal disetor sebaiknya maksimum sampai dengan 50% dari modal dasar, untuk memberikan kesempatan bagi Perusahaan apabila sewaktu-waktu akan mengeluarkan saham dalam simpanan, tidak perlu meningkatkan modal dasar lagi. Namun demikian, boleh juga modal dasar = Modal disetor. Tergantung dari kebutuhan.

3. Jumlah saham yang diambil oleh masing-masing pendiri
(presentase nya)
Misalnya: A = 25% B = 50% C = 25%
4. Susunan Direksi dan komisaris serta jumlah Dewan Direksi dan Dewan Komisaris

Sedangkan untuk ijin2 perusahaan berupa surat keterangan domisili Perusahaan, NPWP perusahaan, SIUP, TDP/WDP dan PKP, maka dokumen-dokumen pelengkap yang diperlukan adalah:
1. Kartu Keluarga Direktur Utama
2. NPWP Direksi (kalau tidak ada, minimal Direktur Utama)
3. Copy Perjanjian Sewa Gedung berikut surat keterangan domisili
dari pengelola gedung (apabila kantornya berstatus sewa)
apabila berstatus milik sendiri, yang dibutuhkan:
-copy sertifikat tanah dan
-copy PBB terakhir berikut bukti lunasnya
4. Pas photo Direktur Utama/penanggung jawab ukuran 3X4
sebanyak 2 lembar
5. Foto kantor tampak depan, tampak dalam (ruangan berisi meja,
kursi, komputer berikut 1-2 orang pegawainya). Biasanya ini
dilakukan untuk mempermudah pada waktu survey lokasi untuk
PKP atau SIUP
6. Stempel perusahaan (sudah ada yang sementara untuk pengurusan ijin2).

Penting untuk diketahui, bahwa pada saat tanda-tangan akta pendirian, dapat langsung diurus ijin domisili, dan NPWP. Setelah itu bisa membuka rekening atas nama Perseroan. Setelah rekening atas nama perseroan dibuka,maka dalam jangka waktu max 1 bulan sudah harus menyetor dana sebesar Modal disetor ke rekening perseroan, utk dapat diproses pengesahannya. Karena apabila lewat dari 60 (enam puluh) hari sejak penanda-tanganan akta, maka perseroan menjadi bubar berdasarkan pasal 10 ayat 9 UU PT No. 40/2007.

Lihat artikel perihal : Proses Teknis Pendirian PT (Sumber : Irma Devita)

*****

Tugas Hukum Acara Administrasi/Peratun

Salah satu tugas Hukum Acara Administrasi dengan dosen pengajar : Aloysius Joni Minulyo, SH.,MH.

Rektor yang Dipecat Tempuh Upaya Hukum YPIM Digugat Rp 3 Milyar

Kemelut antara pejabat IKIP Mataram yang dipecat dengan Yayasan Pembina IKIP Mataram (YPIM) bakal berkepanjangan. Setelah keluarnya SK pemecatan, Rektor IKIP Mataram berserta 11 pejabat lainnya yang dipecat akan menempuh upaya hukum. Tak tanggung-tanggung, gugatan dan laporan pidana dilayangkan sekaligus ke tiga lembaga hukum. Ke mana saja gugatan dilayangkan?


REKTOR IKIP Mataram Drs.H.Fathurrahim, M.Si yang dinonaktifkan melalui SK No. 15/YPIM/VII/1999 tertanggal 26 Juli 1999, tidak tinggal diam menyusul SK pemberhentian yang diterimanya. Rektor beserta 11 pejabat yang dipecat menilai SK yang ditandatangani Ketua YPIM Drs.HL.Azhar cacat. Demikian pula dengan Rektor IKIP Mataram yang baru dilantiknya, merupakan pejabat yang tak sah. ”Rektor baru yang dilantik tidak sah, karena diputuskan secara sepihak,” cetusnya. Jika mengacu pada Statuta menurutnya, pemilihan Rektor yang pelantikannya berlangsung di kediaman Ketua YPIM Selasa (25/7) sore lalu, itu tidak prosedural.

Seharusnya, jika pergantian rektor dilakukan, pemilihan dilakukan yayasan berdasarkan pertimbangan yayasan. ”Namun ini mekanisme ini tak dilakukan,” ujarnya. Menyinggung adanya tudingan pembangkangan yang dilakukan rektorat terhadap yayasan ? Fathurrahim dengan tegas membantahnya.”Tuduhan itu fintah,” cetusnya. Soal pengelolaan dana oleh rektorat yang dipersoalkan yayasan menurutnya bahwa dalam Statuta, ada otonomi dalam pengelolaan keuangan. ”Jadi kami bukan melakukan pembangkangan dan kami juga tidak menolak eksistensi yayasan. Apa yang kami lakukan itu mengacu pada Statuta tadi,” jelasnya.

Menyoal keluarnya SK dan dalam dua hari ini, Rektor IKIP yang sah versi yayasan akan memulai tugasnya di IKIP Mataram? Pihaknya katanya, akan tetap bertahan sambil menempuh upaya hukum. ”Kami akan tetap berkantor di sini dan menjalankan tugas seperti biasa. Selain itu kami juga akan melakukan perlawanan secara hukum,” tegasnya. Langkah-langkah hukum apa saja yang ditempuh? Didampingi kuasa hukumnya, Fathur Rauzi, SH dan Karmal Maksudi, SH disebutkan bahwa ada tiga upaya hukum yang ditempuh dalam waktu yang bersamaan. ”Tiga gugatan dan laporan pidana akan kami layangkan serentak hari ini (kemarin-red),” jelasnya.

Layangkan Gugatan
Upaya hukum pertama yang ditempuh yakni menggugat pengurus yayasan yakni Drs.HL.Azhar dkk ke Pengadilan Negeri Mataram secara perdata. ”Ini berkaitan dengan kerugian materiil dan immateriil yang ditimbulkan akibat keluarnya SK pemecatan tersebut. Kami menggugat pihak yayasan sebesar Rp 3 milyar,” sebutnya. Gugatan ke dua ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram. Persoalan yang digugat melalui lembaga ini yakni menyangkut keabsahan SK pemecatan tersebut. Kemudian ke Polda NTB, laporan pidana dilayangkan karena akibat SK pemecatan tersebut telah menimbulkan perasaan tak nyaman dan bahkan bisa pencemaran nama baik. ”Kalau ke Polda NTB siapa-siapa pelaku dari tindak pidaan itu, tergantung penyelidikan polisi,” terang Fathur Rauzi.

Apapun langkah yang ditempuh pihak-pihak yang bertikai ini, dikhawatirkan yang menjadi korban adalah mahasiswa. ”Saya tinggal menunggu ujian skripsi. Kemelut ini terus terang sangat mempengaruhi konsentrasi saya menghadapi ujuan akhir ini,” keluh seorang mahasiswa yang enggan di sebut namanya. Kemelut di tubuh IKIP Mataram ini menurutnya, sebenarnya sudah terjadi lama. ”Ada kecenderungan pihak Rektorat tidak transparan dalam mengelola dana dari mahasiswa,” ujarnya. Ungkapan senada juga dilontarkan mahasiswi lainnya. ”Pengelolaan dana inilah yang sejak awal menjadi pemicu yang tak menemukan penyelesaian,” ujarnya.

Memang katanya, gebrakan yang dilakukan Rektor Fathurrahim cukup bagus. Sejak kepemimpiannya, IKIP Mataram mengalami perkembangan yang patut dibanggakan. ”Ada fakultas baru yang dibuka. Mahasiswa setiap tahun terus bertambah dan banyak yang tertarik masuk ke sini. Kami akui banyak kemajuan,” aku mahasiswi semester II Fakultas MIPA ini. ”Namun itu tadi, soal pengelolaan dana yang selalu jadi masalah,” katanya. Namun demikian, apapun persoalan yang saat ini berkecamuk di tubuh IKIP Mataram, mahasiswa tidak ingin menjadi korban. ”Jangan korbankan kami. Sudah cukup banyak biaya yang kami keluarkan untuk menempuh studi di sini. Jangan kuburkan cita-cita dan masa depan kami karena konflik ini,” harapnya.
---------------------
SURAT GUGATAN

Mataram, 25 November 1999

Kepada

Yth. Bapak Ketua
Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram
Di Mataram

Hal : Gugatan



Dengan hormat,

Nama : Drs.H.Fathurrahim, M.Si
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Rektor non-aktif IKIP Mataram
Alamat : Mataram

Dengan ini memberi kuasa dengan hak substitusi kepada :

Fathur Rauzi, SH dan Karmal Maksudi, SH

Advokat dan Pengacara dari kantor Hukum Sholeh, Adnan & Associates( SA&a ), berkantor di jalan Ahmad Yani No. 110 Mataram, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 19 Novembar 1999 bertindak dan untuk atas nama Drs.H.Fathurrahim, M.Si, selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT

Dengan ini mengajukan Gugatan terhadap :

Pengurus Yayasan Pembina IKIP Mataram (YPIM)
Nama : Drs.HL.Azhar
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Ketua Yayasan Pembina IKIP Mataram (YPIM)
Alamat : Mataram

Selanjutnya akan disebut dengan TERGUGAT.

DASAR GUGATAN

1. Ketua Yayasan Pembina IKIP Mataram (YPIM) Drs.HL.Azhar mengeluarkan Surat Keputusan tentang pemberhentian rektor IKIP Mataram Drs.H.Fathurrahim, M.Si. beserta 11 pejabat lainnya. Dalam penetapan tersebut Ketua Yayasan Pembina IKIP Mataram (YPIM) Drs.HL.Azhar juga melantik Rektor IKIP Mataram yang baru.
2. Surat Keputusan tersebut adalah :
SK No. 15/YPIM/VII/1999 tertanggal 26 Juli 1999 tentang pemberhentian Drs.H.Fathurrahim, M.Si sebagai rektor IKIP Mataram berserta 11 pejabat lainnya; dan pengangkatan rektor IKIP Mataram baru.
3. Bahwa kedua Surat Keputusan Menteri dalam negeri tersebut, yaitu SK No. 15/YPIM/VII/1999 tertanggal 26 Juli 1999 telah memenuhi unsur-unsur Keputusan Tata Usaha Negara pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986.

ALASAN GUGATAN

Bahwa Keputusan Tata Usaha Negara tersebut telah melanggar pasal 53(2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986.
1. Rektor beserta 11 pejabat yang dipecat menilai SK yang ditandatangani Ketua YPIM Drs.HL.Azhar cacat.
2. Rektor baru yang dilantik tidak sah, karena diputuskan secara sepihak, Jika mengacu pada Statuta menurutnya, pemilihan Rektor yang pelantikannya berlangsung di kediaman Ketua YPIM Selasa (25/7), itu tidak prosedural.
3. Jika pergantian rektor dilakukan, pemilihan dilakukan yayasan berdasarkan pertimbangan yayasan, namun mekanisme ini tak dilakukan.
4. Soal pengelolaan dana oleh rektorat yang dipersoalkan yayasan, bahwa dalam Statuta, ada otonomi dalam pengelolaan keuangan. ‘Jadi pihak rektorat bukan melakukan pembangkangan dan juga tidak menolak eksistensi yayasan. Apa yang pihak rektorat lakukan itu mengacu pada Statuta.mOleh sebab itu sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, penggugat berhak untuk menuntut ;
• Menuntut agar tergugat membayar ganti rugi dalam perkara ini seperti yang diatur dalam pasal 53 ayat 1 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, dikarenakan penggugat telah mengalami kerugian materiil dan immateriil, karena dengan keluarnya SK tersebut pemasukan penggugat mengalami penurunan serta telah menimbulkan perasaan tak nyaman dan pencemaran nama baik.
• Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 98 ayat (1) Undang-undang No. 5 Tahun 1986, penggugat mohon agar pemeriksaan dalam perkara ini dilakukan dengan acara cepat; dengan alasan agar perkara ini tidak semakin berlarut-larut mengigat penggugat harus menghidupi keluarganya.
• Bahwa karena surat keputusan tergugat telah tidak sesuai dengan peraturana perundang-undangan yang berlaku, maka penggugat mohon kepada Bapak Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram untuk membatalkan demi hukum SK Ketua Yayasan Pembina IKIP Mataram (YPIM) yaitu SK No. 15/YPIM/VII/2006 tertanggal 26 Juli 1999.
• Penggugat memohon PTUN Mataram untuk langsung mengeluarkan surat perintah penghentian pelaksanaan tugas Rektor IKIP Mataram yang baru sampai kasusnya mempunyai keputusan tetap.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penggugat mohon agar Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram berkenan memutuskan :

I. Dalam Menyatakan Keputusan Batal demi hukum.
Menyatakan batal atau tidak sah SK tergugat, yaitu SK No. 15/YPIM/VII/1999 tertanggal 26 Juli 1999 tentang pemberhentian Drs.H.Fathurrahim, M.Si sebagai rektor IKIP Mataram berserta 11 pejabat lainnya; dan pengangkatan rektor IKIP Mataram baru
II. Dalam Pokok Perkara .
1. Menghukum tergugat untuk mencabut kembali SK No. 15/YPIM/VII/1999 tertanggal 26 Juli 1999 tentang pemberhentian Drs.H.Fathurrahim, M.Si sebagai rektor IKIP Mataram berserta 11 pejabat lainnya; dan pengangkatan rektor IKIP Mataram baru.
2. Menghukum tergugat untuk membayar uang denda atas kerugian materil dan immateriil dalam perkara ini sebesar Rp. 3.000.000.000,-00 (Tiga Milliar rupiah)
3. Menghukum tergugat untuk membayar uang paksa sebesar Rp.1.00.000,-00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatannya dalam menjalankan keputusan ini.
4. Menghukum tergugat untuk membayar biaya dalam perkara ini.
Atau,
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, memberikan putusan lain yang adil menurut hukum



Hormat Penggugat,




Drs.H.Fathurrahim, M.Si  

(Sumber : Missing)

Alasan Penghapus Pidana

Salah satu tugas Hukum Pidana dengan dosen pengajar : Agustinus Pohan, S.H., MS.



I. PENGERTIAN 

Alasan penghapus pidana ( strafuitsluitingsground ) diartikan sebagai keadaan khusus ( yang harus dikemukakan, tetapi tidak perlu dibuktikan oleh terdakwa ) yang jika dipenuhi menyebabkan - meskipun terhadap semua unsur tertulis dari rumusan delik telah dipenuhi - tidak dapat dijatuhkan pidana ( Nico Keijer, 1990 : 1 ). Alasan penghapus pidana dikenal baik dalam KUHP, doktrin mapun yurisprudensi.

Dalam ilmu hukum pidana alasan penghapus pidana dibedakan dalam ( Sudarto, 87 : 138 ) :
1. Alasan penghapus pidana umum
adalah alasan penghapus pidana yang berlaku umum untuk setiap tindak pidana dan disebut dalam pasal 44, 48 - 51 KUHP
2. Alasan penghapus pidana khusus
adalah alasan penghapus pidana yang berlaku hanya untuk tindak pidana tertentu. Misalnya pasal 122, 221 ayat (2), 261, 310, dan 367 ayat (1) KUHP

Selain yang diatur dalam KUHP, alasan penghapus pidana juga diatur di luar KUHP, yakni :
1.hak mendidik dari orang tua
2.izin dari orang yang dirugikan
3.hak jabatan dari dokter ( gigi)
4.mewakili urusan orang lain
5.tidak adanya melawan hukum materiil
6.tidak adanya kesalahan sama sekali
7.alasan penghapus pidana putative ( Van Bemmelen, 1979 : 179 )

sesuai dengan ajaran daad-dader strafrecht alasan penghapus pidana dapat dibedakan menjadi :
a) Alasan pembenar ( rechtvaardigingsgrond ) 
yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, berkaitan dengan tindak pidana ( strafbaarfeit ) yang dikenal dengan istilah actus reus di Negara Anglo saxon.
b) Alasan pemaaf ( schuldduitsluitingsgrond ) 
yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa, berkaitan dengan pertanggungjawaban ( toerekeningsvatbaarheid ) yang dikenal dengan istilah mens rea di Negara Anglo saxon.

Alasan penghapus pidana yang termasuk alasan pembenar yang terdapat dalam KUHP, a.n :

a) Noodtoestand ( keadaan darurat )
Keadaan darurat merupakan bagian dari daya paksa relatif ( vis compulsiva ), diatur dalam pasal 48 KUHP :

” barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana “

Ada beberapa ahli yang menggolongkan ” keadaan darurat ” sebagai alasan pembenar namun adapula yang menggolongkannya sebagai alasan pembenar. Dalam keadaan darurat pelaku suatu tindak pidana terdorong oleh suatu paksaan dari luar ( Utrecht, 1986 : 355 ), paksaan tersebut yang menyebabkan pelaku dihadapkan pada tiga keadaan darurat, yaitu :

- Perbenturan antara dua kepentingan hukum
Dalam hal ini pelaku harus melakukan suatu perbuatan untuk melindungi kepentingan hukum tertentu, namun pada saat yang sama melanggar kepentingan hukum yang lain, dan begitu pula sebaliknya
- Perbenturan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum
Dalam hal ini pelaku dihadapkan pada keadaan apakah harus melindungi kepentingan hukum atau melaksanakan kewajiban hukum
- Perbenturan antara kewajiban hukum dan kewajiban hukum
Dalam hal ini pelaku harus melakukan kewajiban hukum tertentu, namun pada saat yang sama dia tidak melakukan kewajiban hukum yang lain, begitu pula sebaliknya.

b) Noodweer ( pembelaan terpaksa )
Diatur dalam pasal 49 ayat (1) KUHP :

” barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan ( eerbaarheid ) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana “

Dalam pembelaan terpaksa perbuatan pelaku memenuhi rumusan suatu tindak pidana, namun karena syarat - syarat yang ditentukan dalam pasal tersebut maka perbuatan tersebut dianggap tidak melawan hukum.

c) Melaksanakan ketentuan undang - undang

Diatur dalam pasal 50 KUHP :

” barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang - undang, tidak dipidana “
Walaupun memenuhi rumusan tindak pidana, seseorang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang - undang dianggap tidak melawan hukum dan oleh karena itu tidak dipidana.

d)Menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang
Diatur dalam pasal 51 KUHP :

” barangsiapa melakukan perbuatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana “
Seseorang dapat melaksanakan undang - undang oleh dirinya sendiri, akan tetapi juga dapat menyuruh orang lain untuk melaksanakannya. Jika ia melaksanakan perintah tersebut maka ia tidak melakukan perbuatan melawan hukum ( Sudarto 1987 : 153 )

Alasan penghapus pidana yang termasuk alasan pemaaf yang terdapat dalam KUHP, a.n :

a) Tidak mampu bertanggungjawab
Diatur dalam pasal 44 KUHP :

” barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya ( gebrekkige ontwikkeling ) atau terganggu karena penyakit ( ziekelijke storing ), tidak dipidana “

Dalam memorie van Toelicting yang dimaksud tidak mampu bertanggungjawab ( Sudarto, 1987 : 951 )adalah :

Dalam hal ia tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan undang - undang
Dalam hal ia ada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa, sehinga tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum dan tidak dapat menetunkan akibat perbuatannya.

b) Overmacht ( daya paksa )
Overmacht merupakan daya paksa relatif ( vis compulsiva ). Seperti keadaan darurat, daya paksa juga diatur dalam pasal 48 KUHP. Dalam KUHP tidak terdapat pengertian daya paksa, namun dalam memorie van toelichting ( MvT ) daya paksa dilukiskan sebagai setiap kekuatan, setiap paksaan atau tekanan yang tak dapat ditahan. Dalam daya paksa orang berada dalam dwangpositie ( posisi terjepit ). Sifat dari daya paksa datang dari luar si pembuat dan lebih kuat ( Sudarto, 1987 : 142 ). Dalam daya paksa perbuatannya tetap merupakan tindak pidana namun ada alasan yang menghapuskan kesalahan pelakunya.

c) Noodweer exces ( pembelaan terpaksa yang melampaui batas )
Hal ini termasuk pembelaan terpaksa juga, namun karena serangan tersebut menimbulkan goncangan jiwa yang hebat maka pembelaan tersebut menjadi berlebihan. Hal ini diatur dalam pasal 49 ayat (2) KUHP :

” pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung dapat disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana “

d) Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah
Diatur dalam pasal 51 ayat (2) KUHP :

” perintah jabatan yang tanpa wenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wenang, dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaanya “

Melaksanakan perintah jabatan yang tidak wenang dapat merupakan alasan pemaaf jika orang yang melaksanakan perintah mempunyai itikad baik dan berada dalam lingkungan pekerjaannya.

II. YURISPRUDENSI dan MAHKAMAH AGUNG

Yuriprudensi diartikan sebagai keputusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan diikuti oleh hakim - hakim lainnya. Ada beberapa istilah, a.n :

a) Pengetahuan hukum ( rechtsgeleerdheid )àa)Juriprudentia ( bahasa latin )
b) Peradilan tetap atau hukum peradilanàb)Juriprudentie ( bahasa Belanda )
c) Case law atau judge made law ( bahasa inggris )
d) Ueberlieferung ( bahasa Jerman )
teori ilmu hukum ( algemene rechtleer; general theory of law )àe)Juriprudence ( bahasa Inggris ) ilmu hukumàf)Jurisprudenz ( bahasa Jerman ) ( P. Purabacaraka dan S. Soekanto, 1979 : 55 - 56 )

Dalam sistem peradilan pidana ada dua asas yurisprudensi ( P. Purbacaraka dan S. Soekanto, 1979 : 63 - 65 ), yaitu :

1.Asas preseden
berdasrakan asas ini hakim terikat atau tidak boleh menyimpang dari keputusan - keputusan yang terlebih dahulu dari hakim yang lebih tinggi atau yang sederajat tingkatnya. Asas yang berlaku dia Negara - Negara anglo saxon ini terdapat pengecualiannya :
apabila keputusan terdahulu diterapkan pada peristiwa yang sedang dihadapi dipandang ” plainly unreasonable and inconvenient “
sepanjang mengenai ” dictum ” ( yaitu whatever the judge said that was not necessary to their decision )

2.Asas bebas
berdasarkan asas ini, hakim tidak terikat pada keputusan - keputusan hakim yang lebih tinggi maupun yang sederajat tingkatnya. Asas ini dianut oleh Belanda dan Perancis. Di Indonesia walaupun tidak menganut asas preseden secara mutlak, namun dalam kenyataanya seorang hakim akan memperhatikan keputusan - keputusan hakim lainnya, apalagi keputusan mahkamah agung.

Ada 3 alasan mengapa hakim mengikuti putusan hakim sebelumnya ( Utrecht, 1966 : 138 ) yaitu :

1.Keputusan hakim mempunyai kekuasaan ( gezag )
apalagi keputusan tersebut dibuat oleh pengadilan tinggi atau Mahkamah agung. Seorang hakim mengikuti keputusan hakim lainnya yan kedudukannya lebih tinggi, khususnya mahkamah agung karena hakim - agung adalah pengawas pekerjaanya. Dengan kata lain karena alasan psikologis.
2.Sebab praktis
dengan mengikuti keputusan hakim yang lebih tinggi, maka kemungkinan diajukan banding atau kasasi semakin kecil.
3.Sebab persesuaian pendapat
hakim mengikuti keputusan hakim lainnya karena mempunyai pendapat yang sama.

Untuk menghasilkan keputusan yang baik dan adil hendaknya hakim memperhatikan baik ketentuan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Pasal 28 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 tentang tentang kekuasaan pokok kehakiaman menyatakan :

” hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai - nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat “

Oleh karena itu harus meningkatkan pengetahuannya dalam bidang ilmu hukum maupun ilmu sosial lainnya, terutama hakim pada mahkamah agung. Mahkamah agung sebagai pengadilan Negara tertinggi mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pengawasan terhadap pengadilan dibawahnya.

Mahkamah agung mempunyai tugas utama yaitu mengembangkan hukum melalui yurisprudensi, karena mahkamah agung pemegang monopoli pemeriksaan perkara kasasi. Melalui kasasi mahkamah agung dapat menggariskan, memimpin, dan uitbouwen dan boortbouwen ( mengembangkan dan mengembangkan lebih lanjut ) hukum melalui yurisprudensi. Sehingga hukum sesuai dengan derap dan perkembangan masyarakat dan khususnya keadaan sekelilingnya apabila perundang - undangan itu sendiri kurang adequate. Melalui rechtvinding hakim dapat mengembangkan, memperbarui huku yang dapat akseptabel bagi masyarakat. ( Seno Adjie, 1985 : 41 - 45 )

III. ALASAN PENGHAPUS PIDANA dalam KUH-Pidana , DOKTRIN, dan YURIPRUDENSI

Kitab undang - undang hukum pidana tidak menjelaskan pengertian alasan penghapus dan juga tidak membedakan antara alasan pembenar dan alasan pemaaf. KUHP hanya menyatakan beberapa pasal sebagai hal - hal yang menghapuskan pidana, yaitu :

1.pasal 44 KUHP tentang tidak mampu bertanggungjawab
2.pasal 48 KUHP tentang daya paksa atau overmacht
3.pasal 49 ayat (1) KUHP tentang pembelaan terpaksa atau noodweer
4.pasal 49 ayat (2) KUHP tentang pembelaan terpaksa yang melampaui batas atau noodweer exces
5.pasal 50 KUHP tentang melaksanakan ketentuan undang - undang
6.pasal 51 ayat (1) KUHP tentang menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang
7.pasal 51 ayat (2) KUHP tentang menjalankan perintah jabatan yang tidak sah

Alasan penghapus pidana di luar KUHP yang diakui dalam hukum pidana positif muncul melalui doktrin dan yuriprudensi yang menjadi sangat penting dalam pengembangan hukum pidana, karena dapat mengisi kekosongan hukum yang ada dan disebabkan oleh perkembangan masyarakat. Perkembangan dalam hukum pidana sangat penting bagi hakim untuk menghasilkan putusan yang baik dan adil. Sedangkan yurisprudensi melalui metode penafsiran dan penggalian hukum tidak tertulis rechvinding sangat berharga bagi ilmu hukum yang pada akhirnya akan menjadi masukan untuk pembentukan hukum pidana yang akan datang ( ius constituendum ).

Alasan penghapus pidana dibagi menjadi dua, yakni :
1.Alasan penghapus pidana yang diatur dalam KUHP
yang juga diakui dalam doktrin maupun yuriprudensi.
2.Alasan penghapus pidana di luar KUHP
berkembang dan diakui dalam doktrin dan yuriprudensi

berdasarkan pembagian tersebut, maka jenis - jenis alasan penghapus pidana sebagai alasan pembenar dan alasan pemaaf sbb :

ALASAN PEMBENAR

1) Alasan pembenar dalam KUHP
a) Keadaan darurat
sesungguhnya tidak dinyatakan secara tegas diatur dalam pasal 48 KUHP. Melalui doktrin dan yuriprudensi berkembang pandangan bahwa keadaan darurat merupakan bagian dari daya paksa yang relatif ( vis compulsiva), namun bukan merupakan daya paksa psikis. Dalam keadaan darurat pelaku dihadapkan pada tiga pilihan yang saling berbenturan, yaitu :

  • Perbenturan antara kepentingan hukum dengan kepentingan hukum : seseorang yang dalam keadaan tertentu dihadapkan pada dua pilihan yang masing - masing dilindungi oleh hukum dan apabila yang satu ditegakkan maka yang lain akan dilanggar atau dikorbankan.
  • Perbenturan antara kepentingan hukum dengan kewajiban hukum : seseorang dihadapkan pada keadaan untuk memilih untuk menegakkan kepentingan hukum atau melaksanakan kewajiban hukum.
  • Perbenturan antara kewajiban hukum dengan kewajiban hukum : seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang masing - maisng merupakan kewajiban hukum dan apabila yang satu ditegakkan maka yang lain akan dilanggar atau dikorbankan.
Keadaan darurat merupakan alasan pembenar, karena lebih banyak berkaitan dengan perbuatannya daripada unsur subjektif pelakunya. Dalam keadaan darurat asas subsidiaritas ( upaya terakhir ) dan proporsionalitas ( seimbang dan sebanding dengan serangan ) harus dipenuhi.

b) Pembelaan terpaksa
Berkaitan dengan prinsip pembelaan diri. Dalam pembelaan terpaksa ada perbuatan yang melanggar kepentingan hukum orang lain, namun perbuatan tersebut dibenarkan oleh hukum karena memenuhi syarat - syarat yang ditentukan undang - undang, yakni :
  • perbuatan tersebut dilakukan karena ada serangan atau ancaman serangan yang bersifat seketika
  • serangan atau ancaman serangan tersebut bersifat melawan hukum
  • serangan tersebut ditujukan terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan kesusilaan, dan harta benda baik milik sendiri maupun orang lain
  • pembelaan tersebut harus dilakukan dengan memperhatikan asas subsidiaritas dan proporsionalitas harus dipenuhi.

c) Melaksanakan ketentuan undang - undang
yang dimaksud adalah undang - undang dalam arti materiil, yaitu setiap peraturan yang dibentuk oleh pembentuk undang - undang yang berlaku dan mengikat umum. Orang yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum dalam rangka melaksanakan undang - undang dapat dibenarkan. Asas subsidiaritas dan asas proporsionalitas harus dipenuhi.

d) Menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang
Dapat digunakan bila ada hubungan subordinasi antara orang yang memberi perintah dan yang menerima perintah, serta berada dalam lingkungan pekerjaan yang sama.

2)Alasan pembenar di luar KUHP
a) Hak mendidik orang tua
Dalam mendidik anak dan murid mungkin saja orang tua, wali, atau guru melakukan suatu perbuatan yang melawan hukum, namun apabila perbuatan tersebut dilakukan dalam keadaan tertentu dan dilaksanakan secara mendidik dan terbatas, maka perbuatan tersebut dapat dibenarkan.

b) Hak jabatan dokter ( gigi )
Dalam pelaksanaan tugasnya seorang dokter akan melakukan suatu perbuatan yang dalam keadaan lain merupakan tindak pidana, perbuatan tersebut dibenarkan apabila dilakukan untuk mengobati penyakit dan bukan untuk menganiaya.

c) Izin dari orang yang dirugikan
Suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum tertentu hilang sifat melawan hukumnya bila ada izin dari orang yang dirugikan.

d) Mewakili urusan orang lain
Suatu perbuatan yang melawan hukum dapat dibenarkan bila dilakukan untuk mewakili urusan orang lain dalam rangka melindungi kepentingan hukum yang lebih besar.

e) Tidak adanya siat melawan hukum materiil
Alasan pembenar ini mengalami perkembangan yang pesat dalam ilmu hukum pidana baik melalui doktrin maupun yurisprudensi. Dalam doktrin alasan pembenar ini sejalan dengan ajaran sifat melawan hukum materiil, yang kemudian banyak digunakan oleh para hakim dalam memutuskan suatu perkara. Ajaran sifat melawan hukum yang berfungsi sebagai alasan pembenar adalah ajaran sifat melawan hukum negatif.
Suatu perbuatan yang secara formal memenuhi rumusan tindak pidana dapat hilang sifat melawan hukumnya bila perbuatan tersebut secara materiil tidak melawan hukum.

ALASAN PEMAAF

Digunakan bila tindak pidana yang didakwakan telah terbukti dan tidak ada alasan pembenar. Alasan pemaaf terdiri dari :

1) Alasan pemaaf dalam KUHP
a) Tidak mampu bertanggungjawab
Yakni mereka yang cacat jiwanya, baik disebabkan oleh gangguan psikis maupun gangguan fisik. Walaupun hakim tidak menjatuhkan pidana Karena jiwanya cacat, namun hakim dapat menetapkan terdakwa dirawat di rumah sakit.

b) Daya paksa
daya paksa ini merupakan daya paksa psikis yang berasal dari luar dari si pelaku dan daya paksa tersebut lebih kuat dari padanya. Asas subsidiaritas dan proporsionalitas harus diperhatikan dan dipenuhi.

c) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas
Syarat yang harus dipenuhi adalah pelaku harus berada dalam situasi pembelaan terpaksa dan pembelaan yang melampaui batas tersebut dilakukan karena adanya goncangan jiwa yang hebat yang disebabkan oleh serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum. Harus ada hubungan kausal antara serangan atau ancaman serangan dengan kegoncangan jiwa.

d) Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah
Perintah berasal dari penguasa yang tidak berwenang, namun pelaku menganggap bahwa perintah tersebut berasal dari penguasa yang berwenang. Pelaku dapat dimaafkan jika pelaku melaksanakan perintah tersebut dengan itikad baik, mengira bahwa perintah tersebut sah dan masih berada dalam lingkingan pekerjaannya.

2) Alasan pemaaf di luar KUHP
a) Alasan penghapus pidana putatif
Terjadi bila seseorang mengira telah melakukan suatu perbuatan yang termasuk daya paksa atau pembelaan terpaksa atau menjalankan undang - undang dll, kenyataannya tidak ada alasan penghapus pidana tersebut. Orang tersebut tidak dapat dijatuhi pidana bila perbuatan tersebut dapat diterima secara wajar. Dalam hal ini pelaku berlindung dibawah tidak ada kesalahan sama sekali.

b) Tidak ada kesalahan sama sekali
Berasal dari pidana tanpa kesalahan, dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah AVAS ( afwejigheid van alle schuld ). Pelaku tidak dapat dipidana karena perbuatan tersebut tidak dapat dicelakan pada pelaku. Termasuk dalam pengertian ini adalah sesat yang dapat dimaafkan.

Alasan - alasan penghapus pidana tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam penegakan hukum dan keadilan. Tanpa adanya alasan penghapus pidana seseorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan suatu tindak pidana dapat dijatuhi pidana walaupun tidak ada maksud untuk melanggar ketentuan hukum tersebut, atau telah dilakukan sikap hati - hati atau tidak ada kesalahan pada orang tersebut. Baik alasan penghapus pidana yang tertulis maupun tidak tertulis dapat mencegah adanya putusan hakim yang tidak adil.

Dengan dianutnya sifat melawan hukum materiil dan alasan tidak ada kesalahan sama sekali, hakim dapat selalu menghasilkan putusan yang sesuai dengna perkembangan dan rasa keadilan masyarakat dan tidak hanya menjadi corong undang - undang.

IV. PENERAPAN DAN PENEMUAN ALASAN PENGHAPUS PIDANA MELALUI YURISPRUDENSI

Penerapan alasan penghapus pidana yang diatur dalam KUHP maupun di luar KUHP dapat dilihat dalam yurisprudensi. Yang diatur di luat KUHP dapat dilihat mulai dari Arrest Hoge Raad tentang tukang susu tanggal 14 februari 1916 yang pada saat itu Hoge Raad sudah mulai mengikuti asas tidak ada pidana tanpa kesalahan. Kemudian Arrest Hoge Raad tentang dokter hewan tanggal 20 februari 1933, mulai menganut ajaran sifat melawan hukum materiil. Di Indonesia perkembangan alasan penghapus pidana lebih banyak melalui sifat melawan hukum materiil.

Putusan - putusan mahkamah agung yang sangat baik berkaitan dengan sifat melawan hukum materiil banyak dijadikan pedoman oleh hakim - hakim lain baik dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi maupun dari mahkamah agung sendiri. Secara tegas diakui bahwa sifat melawan hukum materiil merupakan alasan penghapus pidana diluar undang - undang .(Sumber : Google)

Customary Law & Ekstradisi


I. Latar Belakang Permasalahan

Prosedur ekstradisi seringkali berbelit-belit dan menghabiskan banyak waktu sehingga pemerintah mengesampingkan proses tersebut (Ilias Bantekas and Susan Nash, International Criminal Law, hal.293). Legalitas suatu prosedur untuk membawa seorang tersangka ke pengadilan, seringkali, bukan menjadi perhatian utama negara. Pada dasarnya, pengadilan tetap memiliki yurisdiksi untuk mendengar pokok perkara suatu kasus terlepas dari cara penangkapan tersangka (Ibid). Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di luar yurisdiksi pengadilan dianggap tidak relevan dengan yurisdiksi pengadilan untuk memeriksa pokok perkara. Namun, pada perkembangannya, pengadilan di beberapa negara mulai meninggalkan prinsip ini karena terdapat kecenderungan pelanggaran hak asasi manusia dalam penangkapan tersebut (Ibid).


Hukum kebiasaan internasional menyatakan bahwa negara tidak dapat melakukan intervensi terhadap wilayah kedaulatan negara lain tanpa persetujuan negara lain tersebut (SS Lotus Case (France/Turkey); Military and Paramilitary Activities in and against Nicaragua (Merits) (Nicaragua/United States)), namun, penangkapan lintas negara masih tetap saja berlanjut (State v. Ebrahim; United States v. Alvarez-Machain; Bennett v. Horseferry Road Magistrates' Court and another; Decision on the Motion for Release by the Accused Slavko Dokmanovic). Penangkapan Ocalan oleh agen Turki di Kenya pada tahun 1999, penangkapan Nikolic oleh International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY) di tahun 2002 dan penangkapan tersangka pejuang Taliban dan Al Qaeda setelah tragedi 11 September 2001 menunjukkan hangatnya topik penangkapan lintas negara ini.

II. Konsep Penangkapan Lintas Negara

Berdasarkan pendapat berbagai ahli hukum (Louis Henkin, et al.), terdapat dua unsur dalam penangkapan lintas negara yakni (i) adanya intervensi dari suatu negara terhadap kedaulatan negara lain dan (ii) intervensi tersebut ditujukan untuk membawa pelaku tindak pidana kepada proses peradilan.

Alasan mengapa suatu negara melakukan penangkapan lintas negara adalah ketiadaan jenis kejahatan yang dapat dimintakan ekstradisi dalam perjanjian bilateral ekstradisi.(Third, Restatement of the Foreign Relations of the United States). Contohnya adalah tindak pidana di bidang politik (In re Castioni Case). Alasan lainnya adalah negara dimana pelaku tindak pidana melarikan diri tidak ingin mengadili pelaku tindak pidana tersebut seperti yang nampak pada kasus Pinochet dimana pemerintah Chili memberikan status senator seumur hidup kepada Pinochet sehingga dia memiliki kekebalan hukum dan tidak dapat diadili.

Lebih lanjut, alasan suatu negara melarang penangkapan lintas negara dikarenakan penangkapan lintas negara melanggar prinsip kedaulatan negara (Pasal 2(4) Piagam PBB dan putusan PCIJ dalam kasus Island of Palmas). Di samping itu, penangkapan lintas negara melanggar prinsip itikad baik (Pasal 26 dari Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian Internasional dan Pasal 2(2) dari Piagam PBB). Langkah pertama dari perwujudan prinsip itikad baik tersebut adalah melalui kerjasama internasional (Pasal 86 dari Statuta Mahkamah Pidana Internasional dan Pasal 88 dari Protokol Tambahan Pertama Konvensi Jenewa).

III. Konsekuensi Hukum Penangkapan Lintas Negara berkaitan dengan Kompetensi Peradilan

A. Prinsip Male Captus Bene Detentus

Dalam dua abad terakhir, para hakim dalam berbagai putusannya menyatakan bahwa pengadilan memiliki kompetensi untuk memeriksa pokok perkara terlepas dari cara penangkapan dilakukan. Inilah dasar dari adanya prinsip male captus bene detentus. Alasan mengapa negara-negara melakukan penangkapan pelaku tindak pidana secara ilegal dikarenakan dalam berbagai sistem hukum kehadiran tersangka merupakan hal yang cukup untuk memberikan pengadilan kompetensi untuk mendengar pokok perkara (R v Lee Kun; Restatement Third, § 422(2)).

Dalam Eichmann Case (Israel v. Eichmann, District Court of Jerusalem), Eichmann diculik oleh agen Israel ketika dia berada di Argentina dan dibawa ke District Court of Jerusalem Israel untuk diadili atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukannya selama perang dunia II. Eichmann mengajukan eksepsi terhadap District Court of Jerusalem Israel dengan dalil bahwa pengadilan Israel tidak memiliki kompetensi untuk memeriksa perkaranya karena dia dibawa ke yurisdiksi Israel secara tidak sah. Dalam putusannya, District Court of Jerusalem Israel yang diperkuat oleh Israel Supreme Court menyatakan bahwa cara-cara untuk membawa seseorang ke dalam yurisdiksi pengadilan tidak dapat mengakibatkan pengadilan tidak memiliki kompetensi untuk memeriksa pokok perkara. Hal tersebut merupakan urusan luar negeri negara yang bersangkutan yang merupakan hal di luar kompetensi pengadilan.

Alasan lainnya adalah pembebasan tersangka merupakan harga yang sangat mahal untuk dibayar hanya karena adanya cara-cara yang ilegal untuk membawa tersangka tersebut di hadapan pengadilan. Kebutuhan sosial untuk penanggulangan kejahatan tidak boleh dihambat dengan alasan tidak adanya legalitas dalam proses penangkapan.

B. Prinsip Ex Injuria Non Oritur Actio

Sebaliknya, berdasarkan prinsip ex injuria non oritur actio, yang merupakan tantangan terhadap prinsip tradisional male captus bene detentus, disebutkan bahwa pemerintah tidak dapat dibiarkan mengambil keuntungan dari perbuatannya yang ilegal dengan tetap memiliki kompetensi untuk mendengar pokok perkara. Oleh karena itulah, pengadilan harus menolak mendengar pokok perkara dan melepaskan tersangka. Contohnya, dalam kasus Toscanino, dimana Toscanino adalah warga negara Italia yang ditangkap dan diculik di Uruguay oleh agen Amerika Serikat dan dibawa ke Brazil. Pengadilan tingkat banding menolak keberlakuan Doktrin Ker dan menyatakan bahwa proses hukum yang adil merupakan cita-cita yang lebih besar untuk dicapai dibandingkan dengan kepastian hukum itu sendiri.

Secara historis, prinsip ex injuria non oritur actio ini telah ada pada jaman Roman Empire dimana diputuskan bahwa penjatuhan hukuman tidak dapat dilaksanakan apabila adanya penculikan dalam penangkapan lintas propinsi meskipun ada kerjasama antar pemerintah kedua propinsi dalam penangkapan tersebut (State v. Ebrahim). Di samping itu, berdasarkan Roman Dutch Law ternyata ada banyak juris pada abad ke-16 dan 17 yang mendukung prinsip ini.

Alasannya adalah beberapa prinsip hukum dasar terkandung dalam prinsip ini seperti perlindungan hak-hak asasi manusia, hubungan yang baik antar negara dan proses hukum yang berkeadilan. Individu harus dilindungi dari penangkapan dan penculikan yang ilegal, batas-batas negara harus dihormati, kedaulatan harus dihargai, proses hukum harus adil dan kesewenang-wenangan harus dihindari untuk mencapai integritas hukum. Hal ini juga berlaku sama terhadap negara. Ketika negara merupakan pihak dalam suatu perkara, contohnya dalam perkara pidana, mereka harus datang ke pengadilan dengan ‘tangan bersih’.

C. Prinsip Male Captus Bene Detentus v. Prinsip Ex Injuria Non Oritur Actio

Menariknya, Prinsip Male Captus Bene Detentus v. Prinsip Ex Injuria Non Oritur Actio diseimbangkan oleh ICTY dalam kasus Nikolic. Tersangka dalam kasus ini mengaku bahwa penangkapan dan penahanannya tidak sah secara hukum karena penculikan terhadap dirinya di wilayah Yugoslavia dan kemudian diserahkan ke agen khusus ICTY. Dalam kasus ini dikemukakan kembali permasalahan klasik tentang male captus bene detentus: apakah pengadilan masih memiliki kompetensi atas tersangka yang ditangkap secara tidak sah?

ICTY Trial Chamber II menyatakan bahwa penangkapan yang tidak sah tidak memiliki konsekuensi terhadap kompetensi pengadilan dimana tidak terdapat fakta yang menyatakan bahwa ada penyiksaan dan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi ketika dilangsungkan penangkapan. The Appeals Chamber menolak banding dari Nikolic dengan alasan karena bukti-bukti yang dipresentasikan tidak menunjukkan penyiksaan dan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi dalam proses penangkapannya dan sebagai akibatnya prosedur penangkapannya tidak membatalkan kompetensi ICTY untuk mendengar pokok perkara Nikolic.

IV. Konsekuensi Hukum berkaitan dengan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional

Penangkapan tersangka tindak pidana dapat menimbulkan permasalahan hak asasi manusia. Dalam banyak kasus, dalam penangkapan lintas negara banyak ditemui kekerasan fisik, pembatasan kemerdekaan bergerak seseorang dan ancaman terhadap integritas seseorang. Korban-korban tersebut kadang-kadang diseret, dibawa dalam kendaraan yang tertutup rapat dan bahkan tidak mengetahui motif dan identitas pihak yang melakukan penangkapan (Evans (1964) “Acquisition of Custody Over the International Fugitive Offender -- Alternatives to Extradition: A Survey of United States Practice”). Terlebih lagi, pengurangan kebebasan dalam penangkapan lintas negara yang disertai penculikan secara paksa telah gagal dalam mengikuti prosedur yang ditentukan oleh hukum. Oleh karena itu, dalam penangkapan lintas negara, seringkali terdapat pelanggaran hak atas kebebasan, hak atas proses hukum yang adil dan hak untuk tidak disiksa.

V. Konsekuensi Hukum dalam hal Tanggung Jawab Negara di Mahkamah Internasional

Negara yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam penangkapan lintas negara, terutama pelanggaran kedaulatan negara lain, pelanggaran prinsip itikad baik dan pelanggaran hak asasi manusia dapat dituntut di Mahkamah Internasional (International Law Commission Draft Articles on State Responsibility). Dasar dari diajukannya tuntutan (legal standing) yaitu prinsip kerugian langsung (direct injury). Contohnya, apabila terdapat pelanggaran perjanjian internasional. Di samping itu, negara yang warga negaranya menjadi korban juga dapat menuntut ke Mahkamah Internasional dengan dasar prinsip perlindungan warga negara (diplomatic protection).

VI. Penangkapan Lintas Negara dalam Hukum Nasional Indonesia

A. Praktik Penangkapan Lintas Negara dalam Hubungannya dengan Indonesia

Dalam usahanya untuk memberantas terorisme di Indonesia, kasus Umar al-Farouq dan Hambali dapat dipergunakan sebagai contoh bagaimana praktik penangkapan lintas negara di Indonesia. Hambali, seorang WNI yang diidentifikasi sebagai pemimpin Mantiqi I dari Jemaah Islamiyah ditangkap di Bangkok pada tanggal 11 Agustus 2003. Dia ditangkap oleh intelijen Amerika Serikat (CIA) dan dibawa melalui pesawat khusus milik Amerika Serikat ke pangkalan militer Amerika Serikat di Baghram, Afghanistan.

Hambali dicari oleh pemerintah Amerika Serikat, Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura dan Thailand karena aksi terornya yang mengancam negara-negara tersebut. Sayangnya, akses pemeriksaan Hambali setelah penangkapan dimonopoli oleh pemerintah Amerika Serikat. Keberadaan Hambali justru masih dipertanyakan karena ketidakseriusan pemerintah Indonesia untuk mengadilinya di pengadilan Indonesia (Tempo, Bom-bom Maut Hambali, 25-31 August 2003; International Crisis Group, Terorisme di Indonesia: Jaringan Nurdin Top, 5 Mei 2006).

Sebelum Hambali, pemimpin Al Qaeda lainnya, Al-Farouq, ditangkap di sebuah masjid di Bogor, Indonesia pada tanggal 5 Juni 2002 melalui kerja sama intelijen Indonesia dan CIA (Human Rights Watch, 25 Maret 2003).

B. Pengaturan Penangkapan Lintas Negara dalam Hukum Indonesia

Dengan menjadi negara peserta Konvensi Wina tentang Perjanjian Internasional, Konvensi tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dan Piagam PBB, jelas menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kewajiban internasional untuk tidak melakukan penangkapan lintas negara dimana penangkapan tersebut merupakan pelanggaran kedaulatan negara lain, pelanggaran hak-hak asasi manusia dan prinsip itikad baik.

Tersangka/terdakwa yang menjadi korban penangkapan lintas negara dapat mengajukan upaya hukum praperadilan/eksepsi. Terhadap upaya hukum praperadilan ini diatur dalam Pasal 82 KUHAP.

Eichmann Case



A. Sejarah

Otto Adolf Eichmann (lahir di Solingen, Jerman, 19 Maret 1906 – meninggal di Ramla, Israel, 31 Mei 1962 pada umur 56 tahun, dikenal sebagai Adolf Eichmann) adalah Obersturmbannführer (setara dengan letnan kolonel) Schutzstaffel dan Nazi berpangkat tinggi. Karena bakat organisasi dan kecakapan ideologisnya, ia ditugaskan oleh Obergruppenführer Reinhard Heydrich memfasilitasi dan mengatur logistik deportasi massal ke ghetto-ghetto dan kamp konsentrasi di Eropa Timur yang diduduki Nazi. Setelah perang ia berjalan ke Argentina menggunakan laisser-passer (sejenis paspor) yang didapatkan secara curang yang dikeluarkan oleh Palang Merah Internasional dan tinggal di sana dengan identitas palsu. Ia ditangkap oleh agen Mossad dari Israel di Argentina dan diadili di pengadilan Israel atas 15 dakwaan kriminal, termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Ia dijatuhi hukuman gantung.

B. Kerja dengan Nazi dan SS

Eichmann meninggalkan Austria ke Jerman pada bulan Agustus 1933, di mana ia menjalani pelatihan militer. Ia mengajukan pindah ke SD (Sicherheitsdienst) dan disetujui pada September 1934, memperoleh kedudukan di kantor utama SS di Berlin, dikepalai oleh Reinhard Tristan Eugen Heydrich. Di bulan berikutnya, Eichmann membenamkan diri dalam dunia birokratis atas arsip dan indeks kartu. Ia adalah pekerja yang pandai dan efisien, yang menerima kenaikan terus-menerus, akhirnya mencapai pangkat SS-Obersturmbannfuehrer. Pada 1935, Eichmann dipindahkan ke Departemen II/112, kantor urusan Yahudi di SD.Lamaran naik pangkat ke SS-Untersturmführer.

Berkat usaha keras, akhirnya ia diakui sebagai "ahli" SD pada urusan Yahudi, dan dalam kapasitas ini ia dikirim ke Wina pada tahun 1938 menyusul Anschluss, untuk mengorganisasi emigrasi bangsa Yahudi, sebuah tugas yang dilaksanakannya dengan efisiensi zalim sehingga ia dipanggil untuk menjalankan operasi serupa di Praha. Pada 27 September 1939, Heinrich Luitpold Himmler menciptakan RSHA (Reichssicherheitshauptamt – Kantor Utama Keamanan Reich), mempersatukan percampuran dinas keamanan yang ada dan polisi ke dalam komando tunggal yang dikepalai oleh Heydrich. Eichmann kini melapor ke Heinrich Müller, kepala Gestapo, yang mengangkat Eichmann sebagai kepala Kantor Pusat Emigrasi Yahudi dari Reich, beroperasi dari Berlin.

C. Perang Dunia II

Dengan pecahnya perang, Eichmann menyaksikan perubahan kebijakan yang fundamental– dari emigrasi "sukarela" menjadi deportasi dipaksa. Selama 1939-1940, ia dan kelompoknya, yang akan termasuk tokoh-tokoh seperti Franz Novak, Rolf Günther, Dieter Wislicency, Otto Hunsche, Hermann Krumey, Theodor Dannecker dan Heinz Röthke, di antara lainnya, bertanggung jawab untuk pembuangan ribuan orang Polandia dan Yahudi dari Warthegau ke Pemerintahan Umum, juga pengusiran lebih dari seribu orang Yahudi dari Reich ke Nisko, Polandia timur. Operasi itu memberikan pengalaman berharga untuk deportasi massal di Eropa yang akan datang.

Pada bulan Maret 1941, terjadilah reorganisasi RSHA, sebagai akibat yang seksi Yahudi ditunjuk ke Departemen IVB4, dengan Eichmann sebagai kepalanya. Kegiatan dan tanggung jawab berikutnya atas kematian banyak Yahudi menyusul keputusan mewujudkan "Endlösung" pada tahun 1941 telah didokumentasikan di mana-mana.

D. Setelah PD II

Dengan kekalahan Jerman Nazi pada tahun 1945, Eichmann, yang aktivitas kriminalnya banyak diketahui saat itu, melarikan diri dari kamp tahanan Ober-Dachstetten dan bersembunyi di Jerman Barat. Dengan nama samaran, pertama kali ia bekerja sebagai rimbawan dan kemudian peternak ayam, pada tahun 1950, menyusul jejak buronan Nazi lainnya, ia berimigrasi melalui Italia ke Argentina. Di sana, rezim fasis Juan Peron siap menyambutnya dan macamnya. Kini, dengan nama samaran lain, Ricardo Klement, ia menunggu kedatangan isteri dan 2 puteranya, yang akhirnya bergabung dengannya pada tahun 1952. Selama sekitar 8 tahun, Eichmann hidup sederhana di sejumlah tempat yang berbeda dan melakoni sejumlah pekerjaan sedang. Pada pertengahan tahun 1950-an, sentralitas pada kepentingan Eichmann dalam program pemusnahan bangsa Yahudi telah merebak.

E. Penangkapan

Setelah proses yang berliku-liku, Mossad (badan intelijen Israel) sanggup membuktikan jati diri Eichmann yang sesungguhnya. Sebuah tim diterjunkan ke Buenos Aires, tempat Eichmann tinggal saat itu, untuk membawanya ke Israel untuk diadili atas kejahatannya. Pada bulan Mei 1960, Eichmann diculik dan diterbangkan ke Israel. Lebih dari 9 bulan berikutnya, ia menjadi sasaran interogasi, yang akhirnya sampai ke rekaman tape berdurasi 275 jam, memproduksi catatan 3.564 halaman.

F. Pengadilan

Pengadilan Eichmann bermula pada 11 April 1961 dan selesai pada 15 Desember 1961. Pengadilan itu memancing kontroversi dunia internasional karena pemerintah Israel mengizinkan program berita dunia menyiarkan pengadilan itu secara langsung tanpa pembatasan apapun. Ia dijatuhi hukuman mati. Banding terhadap hukuman itu gagal, ia digantung di tengah malam 31 Mei 1962, yang menjadi satu-satunya hukuman mati resmi yang dilaksanakan dalam sejarah Israel. Tubuh Eichmann dikremasi dengan peralatan sementara yang konon meniru pemandangan di Auschwitz, Chelmno, Belzec, Sobibor, Treblinka, dan Majdanek. Abu jenazahnya ditaburkan di sebuah titik di Laut Tengah, di luar perairan teritorial Israel.(Sumber : Google)

Perbandingan Antara Perikatan dan Perjanjian

Salah satu tugas Hukum Perikatan dengan dosen pengajar : Prof. Dr. Bernadette M. Waluyo, SH., M.Hum., CN.

Perbandingan Antara Perikatan Yang Timbul Akibat Persetujuan Atau Perjanjian Dengan Perikatan Yang Timbul Akibat Undang- Undang


1. A. Pengertian Dan Pembatasan Perikatan

Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan. Misalnya jual beli barang, dapat berupa peristiwa misalnya lahirnya seorang bayi, matinya orang, dapat berupa keadaan, misalnya letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau bersusun. Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang- undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi akibat hukum. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum( legal relation).


Jika dirumuskan, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law).

Perikatan yang terdapat dalam bidang hukum ini disebut perikatan dalam arti luas.perikatan yang terdapat dalam bidang- bidang hukum tersebut di atas dapat dikemukakan contohnya sebagai berikut:

a. Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil tanpa kuasa(zaakwaarneming), pembayaran tanpa utang, perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain.
b. Dalam bidang hukum keluarga, misalnya perikatan karena perkawinan, karena lahirnya anak dan sebagainya.
c. Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk mawaris karena kematian pewaris, membayar hutang pewaris dan sebagainya.
d. Dalam bidang hukum pribadi, misalnya perikatan untuk mewakili badan hukum oleh pengurusnya, dan sebagainya.


1. B. Perikatan Dalam arti Sempit

Perikatan yang dibicarakan dalam buku ini tidak akan meliputi semua perikatan dalam bidang- bidang hukum tersebut. Melainkan akan dibatasi pada perikatan yang terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan saja,yang menurut sistematika Kitab Undang- Undang hukum Perdata diatur dalam buku III di bawah judul tentang Perikatan. Tetapi menurut sistematika ilmu pengetahuan hukum, hukum harta kekayaan itu meliputi hukum benda dan hukum perikatan, yang diatur dalam buku II KUHPdt di bawah judul Tentang Benda. Perikatan dalam bidang harta kekayaan ini disebut Perikatan dalam arti sempit.

1. C. Ukuran nilai

Perikatan dalam bidang hukum harta kekayaan ini selalu timbul karena perbuatan orang, apakah perbuatan itu menurut hukum atau melawan hukum. Objek perbuatan itu adalah harta kekayaan, baik berupa benda bergerak atau benda tidak bergerak, benda berwujud atau benda tidak berwujud, yang semuanya itu selalu dapat dinilai dengan uang. Jadi ukuran untuk menentukan nilai atau harga kekayaan atau benda itu adalah uang. Dalam kehidupan modern ini uang merupakan ukuran yang utama.

1. D. Debitur Dan Kreditur

Perikatan yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, mewajibkan pihak yang satu dengan yang lain, mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi. Pihak yang berkewajiban berprestasi itu biasa disebut debitur, sedangkan pihak yang berhak atas prestasi disebut kreditur.

Dalam suatu perikatan bisa terjadi bahwa satu pihak berhak atas suatu prestasi. Tetapi mungkin juga bahwa pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi itu, di samping kewajiban tersebut juga berhak atas suatu prestasi. Sebaliknya jika pihak lain itu disamping berhak atas suatu prestasi juga berkewajiban memenuhi suatu prestasi. Jadi kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiban timbal balik.

Karena prestasi itu diukur dengan nilai sejumlah uang, maka pihak yang berkewajiban membayar sejumlah uang itu berkedudukan sebagai debitur, sedangkan pihak yang berhak meneriam sejumlah uang itu berkedudukan sebagai kreditur.

1. E. Macam- macam Perikatan

Dalam kenyataanya ada beberapa macam perikatan yang dikenal dalam masyarakat menurut syarat yang ditentukan oleh pihak- pihak, atau menurut jenis prestasi yang harus dipenuhi, atau menurut jumlah subyek yang terlibat dalam perikatan itu.

a. Perikatan bersyarat, perikatan yang timbul dari perjanjian dapat berupa perikatan murni dan perikatan bersyarat.
b. Perikatan dengan ketetapan waktu
c. Perikatan alternative
d. Perikatan tanggung menanggung
e. Perikatan yang dapat dan tidak dapat dibagi
f. Perikatan dengan ancaman hukuman
g. Perikatan wajar


1. F. Hapusnya Perikatan

Menurut ketentuan pasal 1381 KUHPdt, ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu:

a. Karena pembayaran
b. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c. Karena adanya pembaharuan hutang
d. Karena percampuran hutang
e. Karena adanya pertemuan hutang
f. Karena adanya pembebasan hutang
g. Karena musnahnya barang yang terhutang
h. Karena kebatalan atau pembatalan
i. Karena berlakunya syarat batal
j. Karena lampau waktu

----------------------------

2. A. Pengertian Perjanjian

Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perjanjian, kita melihat pasal 1313 KUHPdt. Menurut ketentuan pasal ini, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih lainnya”. Ketentua pasal ini sebenarnya kurang begitu memuaskan, karena ada beberapa kelemahan. Kelemahan- kelemahan itu adalah seperti diuraikan di bawah ini:

a. Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan, “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus
c. Pengertian perjanjian terlalu luas
d. Tanpa menyebut tujuan
e. Ada bentuk tertentu, lisan dan tulisan
f. Ada syarat- syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah ini:
- syarat ada persetuuan kehendak
- syarat kecakapan pihak- pihak
- ada hal tertentu
- ada kuasa yang halal

2. B. Asas- asas Perjanjian

Dalam hukum perjanjian dapat dijumpai beberapa asas penting yang perlu diketahui. Asas- asas tersebut adalah seperti diuraikan dibawah ini:

a. System terbuka (open system), setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja, walaupun belum atau tidak diatur dalam Undang-undang. Sering disebut asas kebebasan bertindak.
b. Bersifat perlengkapan (optional), artinya pasal-pasal undang-undang boleh disingkirkan, apabila pihak yang membuat perjanjian menghendaki membuat perjanjian sendiri.
c. Bersifat konsensual, artinya perjanjian itu terjadi sejak adanya kata sepakat antara pihak-pihak.
d. Bersifat obligatoir, artinya perjanjian yang dibuat oleh pihak- pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik.


2. C. Jenis –jenis Perjanjian

Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak, perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajibannya kepada satu pihak dan hak kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalkan hibah.

a. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani
b. Perjanjian bernama dan tidak bernama
c. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir
d. Perjanjian konsensual dan perjanjian real


2. D. Syarat- syarat sah Perjanjian

Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang- undang, sehingga ia diakui oleh hukum (legally concluded contract). Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPdt, syarat- syarat sah perjanjian adalah sebagai berikut:

a. Ada persetujuan kehendak antara pihak- pihak yang membuat perjanjian (consensus)
b. Ada kecakapan pihak- pihak untuk membuat perjanjian (capacity)
c. Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter)
d. Ada suatu sebab yang halal (legal cause)


3. A . Ketentuan - ketentuan Undang - Undang

Timbulnya perikatan dalam hal ini bukan dikarenakan karena adanya suatu persetujuan atupun perjanjian, melainkan dikarenakan karena adanya undang- undang yang menyatakan akibat perbuatan orang, lalu timbul perikatan. Perikatan yang timbul karena undang- undang ini ada dua sumbernya, yaitu perbuatan orang dan undang- undang sendiri. Perbuatan orang itu diklasifikasikanlagi menjadi dua, yaitu perbuatan yang sesuai dengan hukum dan perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum (pasal 1352 dan 1353 KUHPdt).

Perikatan yang timbul dari perbuatan yang sesuai dengan hukum ada dua, yaitu wakil tanpa kuasa (zaakwarneeming) diatur dalam pasal 1354 sampai dengan pasal 1358 KUHPdt, pembayaran tanpa hutang (onverschuldigde betalling) diatur dalam pasal 1359 sampai dengan 1364 KUHPdt. Sedangkan perikatan yang timbul dari perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum adalah perbuatan melawan hukum (onrechtmatigdaad) diatur dalam pasal 1365 sampai dengan 1380 KUHPdt.

Perbuatan melawan hukum dapat ditujukan kepada harta kekayaan orang laindan dapat ditujukan kepada diri pribadi orang lain, perbuatan mana mengakibatkankerugian pada orang lain. Dalam hukum anglo saxon, perbuatan melawan hukum disebut tort.

Untuk mengetahui apakah perbuatan hukum itu disebut wakil tanpa kuasa, maka perlu dilihat unsur- unsur yang terdapat didalamnya, unsur- unsur tersebut adalah :

a. Perbuatan itu dilakukan dengan sukarela, artinya atas kesadaran sendiri tanpa mengharapkan suatu apapun sebagai imbalannya.
b. Tanpa mendapat kuasa (perintah), artinya yang melakukan perbuatan itu bertindak atas inisiatif sendiri tanpa ada pesan, perintah, atau kuasa dari pihak yang berkepentingan baik lisan maupun tulisan.
c. Mewakili urusan orang lain, artinya yang melakukan perbuatan itu bertindak untuk kepentingan orang lain, bukan kepentingan sendiri.
d. Dengan atau tanpa pengetahuan orang itu, artinya orang yang berkepentingan itu tidak mengetahui bahwa kepentingannya dikerjakan orang lain.
e. Wajib meneruskan dan menyelesaikan urusan itu, artinya sekali ia melakukan perbuatan untuk kepentingan orang lain itu, ia harus mengerjakan sampai selesai, sehingga orang yang diwakili kepentingannya itu dapat menikmati manfatnya atau dapat mengerjakan segala sesuatu yang termasuk urusan itu.
f. Bertindak menurut hukum, artinya dalam melakukan perbuatan mengurus kepentingan itu, harus dilakukan berdasarkan kewajiban menurut hukum. Atau bertindak tidak bertentangan dengan undang- undang.

3. B. Hak dan kewajiban pihak- pihak

Karena perikatan ini timbul berdasarkan ketentuan undang- undang, maka hak dan kewajiban tersebut dapat diperinci sebagai tersebut di bawah ini :

a. Hak dan kewajiban yang mewakili, ia berkewajiban mengerjakan segala sesuatu yang termasuk urusan itu sampai selesai, dengan memberikan pertanggungjawaban.
b. Hak dan kewajiban yang diwakili, yang diwakili atau yang berkepentingan berkewajiban memenuhi perikatan yang dibuat oleh wakil itu atas namanya, membayar ganti rugi, atau pengeluaran yang telah dipenuhi oleh pihak yang mengurus kepentingan itu.

3. C. Pembayaran Tanpa Hutang

Menurut ketentuan pasal 1359 KUHPdt, setiap pembayaran yang ditujukan untuk melunasi suatu hutang, tetapi ternyata tidak ada hutang, pembayaran yang telah dilakukan itu dapat dituntut kembali. Ketentuan ini jelas memberikan kepastian bahwa orang yang memperoleh kekayaan tanpa hak itu seharusnya bersedia mengembalikan kekayaan yang telah diserahkan kepadanya karena kekeliruan atau salah perkiraan. Dikira ada hutang tetapi sebenarnya tidak ada hutang. Pembayaran yang dilakukan itu sifatnya sukarela, melainkan karena kewajiban yang harus dipenuhi sebagaimana mestinya dalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi kemudian ternyata bahwa perikatan yang dikira ada sebenarnya tidak ada. Dengan demikian ada kewajiban undang- undang bagi pihak yang menerima pembayaran itu yang mengembalikan pembayaran yang telah ia terima tanpa perikatan.

3. D. Perbuatan Melawan Hukum(onrechtmatige Daad)

Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum, kita lihat pasal 1365 KUHPdt yang berbunyi sebagai berikut :

“ Tiap perbuatan melawan hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Dari ketentuan pasal ini dapat diketahui bahwa suatu perbuatan itu diketahui bahwa suatu perbuatan itu dikatakan melawan hukum apabila ia memenuhi empat unsur sebagai berikut :

a. Perbuatan itu harus melawan hukum
b. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian
c. Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan
d. Antara perbuatan dan kerugian yang timbulharus ada hubungan kausal

3. E. Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Diri Pribadi

Perbuatan melawan hukum dapat ditujukan pada benda milik orang lain. Jika ditujukan pada diri pribadi orang lain. Jika ditujukan pada diri pribadi orang lain mungkin dapat menimbulkan kerugian pisik ataupun kerugian nama baik(martabat). Kerugian pisik atau jasmani misalnya luka, cedera, cacat tubuh. Perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pisik atau jasmani banyak diatur dalam perundangan- undangan di luar KUHPdt, misalnya undang- undang perburuhan.

Apabila seseorang mengalami luka atau cacat pada salah satu anggota badan dikarenakan kesengajaan atau kurang hati- hati pihak lain, undang- undang memberikan hak kepada korban untuk memperoleh penggantian biaya pengobatan, ganti kerugian atau luka atau cacat tersebut. Ganti kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan menurut keadaan. Penghinaan adalah perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan, jadi dapat dimasukkan perbuatan melawan hukum pencemaran nama baik seseorang. Lain daripada itu, yang terhina dapat menuntut supaya dalam putusan itu juga dinyatakan bahwa perbutan yang telah dilakukan itu adalah memfitnah. Dengan demikian, berlakulah ketentuan pasal 314 KUHP penuntutan perbuatan pidana memfitnah. Perkara memfitnah ini diperiksa dan diputus oleh hakim pidana(pasal 1373 KUHPdt).

3. F. Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan Oleh Badan Hukum

Sering sekali orang mengatakan bahwa apakah badan hukum itu dapat melakukan kesalahan atau perbuatan melawan hukum. Alasannya , karena badan hukum tidak dapat melakukan kesalahan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam lapangan hukum pidana, seperti halnya manusia pribadi. Untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan tersebut, lebih dahulu perlu dikemukakan berbgai teori mengenai badan hukum ada 3 macam yaitu:

a. Teori fictie(perumpamaan), menurut teori ini badan hukum itu diperumpamakan sebagai manusia, terpisah dari manusia yang menjadi pengurusnya. Atas dasar ini badan hukum tidak dibuat secara langsung, melainkan melalui perbuatan orang, yaitu pengurusnya. Dengan demikian berdasarkan teori fictie ini, badan hukum yang melakukan perbuatan hukum dapat digugat tidak melalui pasal 1365, melainkan melalui pasal 1367 KUHPdt. Jika mengikuti teori fictie ini kita dihadapkan pada keadaan yang bertentangan dengan kenyataan.
b. Teori orgaan (perlengkapan), menurut teori ini, badan hukum itu sama dengan manusia pribadi, dapat melakukan perbuatan hukum.
c. Teori yurisdische realiteit, menurut teori ini, badan hukum adalah realitas yuridis yang dibentuk dan diakui sama seperti manusia pribadi.


3. G. Badan Hukum Perdata dan Publik

Ada dua macam badan hukum dilihat dari sudut pembentukannya, yaitu badan hukum pidana dan badan hukum public. Badan hukum perdata dibentuk berdasarkan hukum perdata, sedangkan pengesahannya dilakukan pleh pemerintah. Yang disahkan itu pada umumnya adalah anggaran dasar badan hukum itu. Pengesahan dilakukan dengan pendaftaran anggaran dasar kepada pejabat yang berwenang, pengesahan tersebut diperlukan supaya badan hukum yang dibentuk itu tidak bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, dan tidak dilarang oleh undang- undang. Badan hukum perdata ini misalnya, perseroan terbatas, yayasan .koperasi.

Badan Hukum public dibentuk dengan undang- undang oleh pemerintah. Badan hukum public ini merupakan badan- badan kenegaraan, misalnya Negara republic Indonesia, daerah Tiongkok I, daerah tingkat II, dan lain- lain. Badan hukum public ini dibentuk untuk menyelenggarakan pemerintahan Negara. Dalam menjalankan pemerintah Negara badan hukum public harus berdasarkan undang- undang. Jika dalam menjalankan tugasnya, badan hukum public itu melakukan perbuatan melawan hukum, ia dapat digugat berdasarkan pasal 1365 KUHPdt.

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa badan hukum public dalam menjalankan kekuasaannya itu mungkin merugikan orang lain dengan alasan menjalankan undang- undang. Maka dalam hal ini perlu dibedakan antara kebijaksanaan dan pelanggaran undang- undang. Dalam hal ini hakim yang akan menentukan. Namun demikian, jika perbuatan yang dilakukan itu adalah kebijaksanaan penguasa(pemerintah), ini bukan lagi wewenang hakim, karena sudah masuk dalam bidang politik.

D. Komparasi Antara Perikatan yang timbul Karena Perjanjian dengan Perikatan yang Timbul Karena Undang- Undang

Sebagaimana telah diterangkan, suatu perikatan dapat lahir dari undang-undang atau dari perjanjian/ persetujuan. Yang dimaksud dengan perikatan yang lahir dari undang- undang saja ialah perikatan- perikatan yang timbul akibathubungan kekeluargan. Perikatan yang lahir dari undang- undang karena suatu perbuatan yang diperbolehkan adalah pertama timbul jika seseorang melakukan sesuatu.

Sedangkan perikatan yang terjadi karena persetujuan atau perjanjian kedua belah pihak harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan. Pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam- diam. Cara yang belakangan, sangat lazim dalam kehidupan sehari- hari.(Sumber : Google)